Pencarian

Shopping cart

Saved articles

You have not yet added any article to your bookmarks!

Browse articles

Silih Berganti, Talenta Tak Pernah Habis: Jejak Playmaker Persib Dua Musim Terakhir

✅ Link berhasil disalin!

Setiap perjumpaan dalam sepak bola selalu mengandung kemungkinan perpisahan. Silih bergantinya pemain adalah hal yang lumrah. Bahkan mereka yang memiliki peran sentral, mengantar tim meraih gelar, dan meninggalkan jejak mendalam di hati para pendukung, tetap bisa pergi begitu saja.

Kita jarang tahu alasan pastinya. Apa yang tampak di layar kaca, sorak-sorai, selebrasi, hingga pelukan kemenangan, tak selalu mencerminkan apa yang mereka rasakan di baliknya. Wajar bila kemudian muncul tanya dari penggemar, “Apa yang kurang dari klub?”, “Mengapa harus pergi?”, bahkan tudingan tentang loyalitas. Sesungguhnya, semua itu bukanlah tanda benci, melainkan justru lahir dari rasa cinta.

Dan, Persib sudah merasakannya. Dua musim terakhir memperlihatkan peran playmaker yang sentral, namun selalu hadir hanya sekejap.

Dari Madinda ke Beltrame

Musim 2023/24 dimulai dengan kegamangan. Luis Milla, yang dipercaya memimpin tim, mundur lebih awal karena suatu alasan pribadi. Bojan Hodak, sosok pelatih asal Kroasia kemudian datang menggantikan. Melanjutkan liga dengan komposisi skuad racikan Luis Milla. Di lini tengah, Tyronne del Pino sebenarnya di musim ini disiapkan sebagai motor serangan, tapi cedera membuatnya dipinjamkan ke klub asal Thailand, Ratchaburi FC. Sebagai gantinya, Persib meminjam Levy Madinda dari Johor Darul Ta’zim.

Madinda tidak terlalu menonjol di papan statistik. Hanya satu gol dari 15 pertandingan. Namun kontribusinya terasa. Dari tim yang sempat goyah di awal, Persib menutup paruh pertama musim dengan stabil, bahkan menduduki posisi kedua klasemen dari yang tadinya posisi 10 pada saat Madinda debut. Lima bulan yang singkat, namun cukup untuk menjaga kapal tetap mengapung di tengah badai.

Ketika kontraknya berakhir, Madinda kembali ke Malaysia. Posisinya segera digantikan sosok baru: Stefano Beltrame. Playmaker asal Italia itu datang dengan ekspektasi besar, terlebih dirinya diketahui pernah bermain di klub raksasa Italia, Juventus. Keraguan datang dari publik terhadap dirinya karena laga-laga awal tidak berjalan mulus, sehingga membuatnya dibanding-bandingkan dengan Madinda. Namun perlahan, Beltrame memberi jawaban. Dengan empat gol dan tiga asis dari 16 laga, ia turut mengantarkan Persib melangkah ke Championship Series. Di sanalah, sejarah tercipta. Gelar juara Liga 1 akhirnya kembali ke Bandung setelah penantian panjang.

Beltrame tidak hanya mengalirkan bola, tapi juga harapan. Namun, seperti cerita yang terlalu indah untuk panjang umur, musim itu ia memilih pulang. Alasannya sederhana, Keluarga. “Ini adalah momen yang menyedihkan, karena seperti yang kalian tahu, perjalanan saya bersama Persib sudah selesai. Saya memutuskan untuk tinggal lebih dekat dengan keluarga, saya harap kalian bisa mengerti," tutur Beltrame. 

Rasa pilu Bobotoh tak bisa disembunyikan, tapi Beltrame meninggalkan Bandung dengan cara yang elegan, menutup buku dengan membawa Persib juara. Meski telah resmi berpisah, rasa cintanya terhadap Persib tidak perlu diragukan. Hingga kini, foto profilnya di Instagram masih memperlihatkan dirinya mengangkat trofi dengan seragam biru. Sebuah pengingat abadi bahwa ia pernah turut menorehkan sejarah di Bandung.

Era Tyronne Del Pino

Musim berganti, pengganti pun hadir. Kali ini bukan sosok asing, melainkan nama lama yang kembali diberi kesempatan: Tyronne del Pino. Sosok playmaker asal Spanyol yang didatangkan oleh Luis Milla di musim 2023/24. Kini, masa pinjaman di Ratchaburi Fc sudah selesai. Dirinya kembali diberikan kesempatan untuk membuktikan diri setelah musim sebelumnya berakhir sebelum memulai. Dari awal, beban di pundaknya sangat berat, ia adalah penerus Beltrame. Mengawali musim, sambutan dari bobotoh tidak semuanya hangat. Siklus lama kembali berulang, dirinya juga kerap dibanding-bandingkan dengan Playmaker sebelumnya dengan dibarengi tekanan gila-gilaan. Namun perlahan, Tyronne membalikkan 180 derajat keraguan itu. Bak air hujan memadamkan panasnya keraguan.

Ketika badai cedera menghantam Persib, termasuk absennya sang ujung tombak David da Silva, Tyronne berdiri sebagai pusat permainan. Kreativitasnya menghidupkan lini tengah, dan keberaniannya membawa Persib keluar dari situasi sulit. Pertandingan demi pertandingan, ia membuktikan dirinya bukan sekadar pelengkap. Catatan yang fantastis, selama di Persib Tyronne menorehkan 18 gol dan 6 asis dari 31 pertandingan liga. Di akhir musim, sejarah kembali terukir. Bukan hanya gelar juara yang kembali diraih, tetapi Tyronne juga dinobatkan sebagai Pemain Terbaik Liga 1 musim 2024/25. 

Namun lagi-lagi, kisah manis itu hanya sesaat. Tyronne tak lanjutkan perjalanannya bersama sang Pangeran Biru, kali ini diiringi regenerasi besar-besaran di tubuh Persib. Ketika cinta Bobotoh baru saja tumbuh kokoh, kenyataan memaksa semua untuk kembali melepas. Seolah kenangan indah bersama Tyronne memang ditakdirkan hanya jadi momen singkat, lalu hilang.

Sama seperti Beltrame, Tyronne pun seakan tersihir oleh magis Persib. Kini memang sudah meninggalkan Pangeran Biru, namun jejak dan kisahnya bersama klub ini tak akan pernah terhapus. Seperti sebuah kalimat yang pernah ia tulis, kisah singkat itu akan selalu hidup dalam ingatan.

“Hari yang unik dan tak terlupakan

Yang akan selalu tersimpan dalam ingatan dan hatiku

Sungguh sebuah tim, kita telah menulis kisah besar bersama” 

Wiliam Marcilio

Kita sudah cukup ditempa oleh kehilangan. Musim demi musim, mau tak mau harus belajar bahwa tak ada yang abadi di lapangan hijau. Namun satu hal yang tetap tinggal adalah keyakinan. Keyakinan bahwa Persib selalu menemukan pengganti. Dan di musim 2025/26, wajah sang pengganti itu jatuh kepada Wiliam Marcilio. Playmaker asal Brasil ini menempuh perjalanan dari Biru Timur menuju Biru Barat. Namanya sudah teruji bersama Arema, tapi kini, biru Bandung menuntut pembuktian baru. 

Salam perkenalannya tak biasa. Di Piala Presiden 2025, ia langsung mencetak gol spektakuler ke gawang Dewa United. Sepakan jarak jauh yang keras sekaligus penuh kendali, seakan menjadi salam perkenalan yang tak biasa. Bukan hanya sekali, beberapa hari berselang, saat Persib menghadapi Western Sydney Wanderers di laga uji coba, skenario serupa terulang. Dari kaki kirinya, sebuah roket meluncur, memastikan kemenangan Maung Bandung.

Kekhawatiran bobotoh pun perlahan luruh. Karena pada akhirnya, talenta di luaran sana tak akan pernah benar-benar habis. Dua musim terakhir sudah menjadi bukti, ketika satu pergi, selalu ada yang datang menggantikan. Dan tetaplah percaya, sang pengganti itu akan kembali merebut hati.

Dari Stefano, Del Pino, dan kini, Marcilio. Garis estafet playmaker tetap berlanjut. Ekspektasi bobotoh memang berat, tapi kami percayakan saja padamu, Marcilio. Sebab, yang sejatinya abadi bukanlah nama seorang pemain melainkan nama besar itu sendiri, PERSIB.

Dari siklus ini, seolah terselip suatu pesan. “Seseorang datang dan pergi”. Tapi pergi bukan berarti membenci. Jejak persinggahan tetap melekat, menjelma menjadi memori yang abadi. Dan bila perpisahan harus terjadi, ia bukan untuk disesali. Sebab akan selalu ada pengganti yang hadir membawa energi baru, lalu bersinar lebih tinggi. Karena pada akhirnya, semua datang pada waktunya.

Artikel Sebelumnya
Titik Balik: Tentang Suporter, Manajemen, dan Tanggung Jawab Bersama
Artikel Selanjutnya
Hadapi Persib, Asisten Pelatih Wanderers Puji Kualitas Skuad dan Atmosfer Sepakbola Indonesia

Artikel Terkait: